Tuesday, July 21, 2009

Myom-ku, Satpam Setiaku

Seorang teman yang berhasil mengelola myomnya berbaik hati berbagi pengalaman untuk kita semua dalam lima cerita. Ini adalah kisahnya yang pertama.

Perkenalkan satpamku, nama kerennya dalam terminologi medis adalah myom, fibroid, tumor, yang ngendon di rahimku. Ukurannya 8 cm. Sering bikin ulah. Kalau aku sedang terburu-buru, dia ngambek, terus perutku menjadi kram. Jika aku khawatir tentang sesuatu, dia membengkak dan mendesak rahimku mencuat hingga seperti ibu hamil 4 bulan.

Aku sempat pendarahan hebat di rumah, pingsan di kamar dan Hb menjadi 6,3. Para dokter dan teman-teman menyarankan aku operasi. Aku menolak. Bukan karena aku keras kepala, tetapi lebih karena informasi yang kuperoleh tidak memuaskan logika berpikirku: bahwa operasi adalah solusi yang tepat untuk kondisiku. Teman-temanku yang mengalami hal yang sama, hampir semuanya memilih operasi. Jadi, aku memilih ‘the road less travelled’.

Saat aku terbaring di klinik mengalami pendarahan, dan dikerubungi para dokter dan perawat yang panik terkesima melihat perutku tiba-tiba membengkak seperti tudung saji, aku sempat merasakan kesedihan luar biasa. Tapi hanya sekejab, kemudian aku ingat, “Yang kualami ini tidak ada apa-apanya dibandingkan sakit yang dialami Sima. I will be all right. This is not about a life and death situation. Jadi, tak perlu sedih berlebihan. Pikirkan saja solusinya, itu lebih urgent.”

Aku sangat yakin, penyakitku merupakan sebuah akibat dari cara hidupku yang serba cepat dan stressful. Aku berkonsultasi dengan beberapa dokter – umumnya tidak memberikan gambaran yang utuh dan bahkan cenderung menakut-nakutiku bahwa myom-ku bisa menjadi kanker dan agar segera melakukan operasi. Aku pun lantas membaca beberapa penelitian dan medical journal, dan menemukan bahwa informasi yang diberikan para dokter tidak sepenuhnya benar.

Kuputuskan berusaha mengelola sendiri sakitku. Setahap demi setahap aku membuat berbagai perencanaan. Mulai dari merawat tubuh, pikiran hingga memutuskan untuk semi-retired.

Aku mulai memperlakukan myom-ku sebagai the new member of the family in my body. Kalau sedang kram, kuletakkan tanganku, sambil merasakan aliran hangatnya tanganku, aku bilang, “Maaf ya, aku kurang hati-hati sehingga membuatmu kram. Aku akan slow down.” Lantas aku merebahkan tubuhku, menarik napas panjang, dan fokus untuk merasakan aliran oksigen ke rahimku. Kata seorang dokter yang mendalami pengobatan tradisional cina, oksigen adalah salah satu musuh utama myom-ku.

Selama beberapa bulan, sepertinya myom-ku tak mereaksi, tetapi pada bulan kesekian, aku mulai merasakan sebuah proses yang sangat subtle, myom-ku melentur dengan amat sangat perlahan. Dalam waktu dua hari kemudian, kramku akan menghilang. Sebelumnya, selama bertahun-tahun, jika kram, maka tak akan mampu melentur tanpa bantuan accupunturist-ku. Sehingga, jika aku tidak sempat ditusuk jarum, selama berbulan-bulan kemudian, perutku akan tetap dalam posisi kram. Nah, kini aku mampu merasakan proses melenturnya myom-ku, kemampuan merasakan proses yang halus ini bisa kumiliki karena pikiranku juga makin kurawat sehingga aku makin mampu melihat hal-hal yang awalnya tak mampu kulihat ataupun kurasa sebelumnya. So, I’m on the right path!

Dari waktu ke waktu teman-teman sering mempertanyakan tentang myom-ku. Sembari guyon aku bilang, “Aiyah, biar saja, kupelihara myom-ku. Kayak satpam yang galak. Agar aku disiplin merubah cara hidupku.” Saat berjalan kaki menuju kantor, saat menyeberang jalan dan terburu-buru, perutku akan langsung kram, “Ah, aku harus slow down.” Peringatannya seketika dan tidak ada negosiasi. Pilihannya, aku tetap berjalan terburu-buru dan mengalami kram perut atau memperlambat jalanku dan myom-ku dengan sangat perlahan akan melentur.

Tanpa myom-ku mungkin aku tak akan pernah benar-benar menata ulang hidupku. Jika myom-ku kuoperasi, siapa yang akan mengingatkanku saat aku lupa merawat pikiran dan tubuhku lagi? Satpam setiaku ini berperan seperti alarm dalam tubuhku yang akan secara otomatis mengingatkan saat tubuh dan pikiranku not on the right track. Jadi, in a way, aku juga berterima kasih dengan memiliki myom. Aku harap aku tak akan membutuhkan operasi hingga tiba saat menopause nanti, saat myom-ku akan mulai mengecil karena estrogen level-ku yang akan turun tajam sehingga myom-ku juga akan mengempis dengan sendirinya.

2 comments:

obat kanker said...

apakah myom itu seperti kista dirahim,setelah operasi apakah bisa hamil?

Anonymous said...

SANGAT LUAR BIASA ! KEAJAIBAN ! MENAKJUBKAN ! TIDAK MENGGUNAKAN JARUM & TANPA DI OPERASI

Ramai yang sudah datang berobat dan sembuh. Yang tak boleh jalan sudah berlari. Yang tak boleh bangun sudah bisa jalan. Bagi anda yang belum, segeralah berobat. Selagi ada kesempatan! Jangan tunggu lama-lama.

Anda mengidapi penyakit tersebut?
Kidney/ Dialysis/ Diabetic, Cancer 1st/2nd/3rd stage, Multiple Stroke,
HIV/ Aids, Parkinson Syndrome, Leukemia/Lupus, Bone Marrow, Thyroid/Fibroid, Heart Disease, Gout, High or Low Blood, Etc.

THE MIRACLE HEALER boleh mengeluarkan penyakit secara keseluruhan. Percayalah!
* Satu cara pengobatan yang dapat membantu anda menikmati kehidupan seperti sebelumnya. Pasti!
* Pembiayaan rendah dan pengobatan yang efektif sekaligus penyembuhan dalam jangka waktu yang pendek. Percaya atau tidak!

Address : No. 29 Mackenzie Rd, Mackenzie Regency, Singapore
Email : themiraclehealer@yahoo.com.sg
Tel : 65-90826299