Saturday, November 21, 2009

Abad 21

Hari Jumat (20 November 2009) kemarin kembali aku berjalan-jalan ke Singapura.
Jam 10 pagi waktu setempat, pesawat mendarat di Terminal 1 Bandara Changi. Dari sana kita naik Skytrain ke Terminal 2 dan perjalanan kemudian dilanjutkan dengan MRT. Dengan ongkos 2 dolar plus 1 dolar deposito yang dapat diambil kalau tiket yang berbentuk kartu magnetik itu dikembalikan setelah selesai digunakan, kita menuju Dover. Di sana terdapat free shutle bus ke NUH.
Sebelum bertemu dengan bu dokter yang bernama Tan Sing Huang, aku memasuki blood room terlebih dahulu untuk diambil darahnya. Hiii, serem ya. Tapi susternya tidak seseram nama ruangan itu.
“Kapan ulang tahunnya?” itu adalah pertanyaan rutin yang diajukan sebelum pengambilan darah.
Waktu pertama kali mendengar pertanyaan itu, aku GR. Kalau kita ultah, mungkin suster itu akan memberi kita kado ya? Hehehehe... Ternyata itu adalah cara untuk memastikan identitas pasien.
Setelah pengambilan darah, seperti biasa kita makan dulu di food court yang menawarkan berbagai menu. Kebanyakan makanan Oriental, tapi ada juga nasi Padang dan gado-gado. Aku paling suka makan sup yang... hmmm segar sekali rasanya...
Dengan perut kenyang kita menunggu dokter di ruang tunggu yang luas dan dingin. Kalau ingin minuman hangat, bisa membuat sendiri. Di dekat pintu masuk, ada mesinnya. Tinggal kita taruh gelas dan pencet tombol, maka jadilah Milo, Teh Tarik, Nescafe atau minuman lain yang tersedia. Di sudut ruangan juga terdapat fasilitas komputer dengan jaringan internet yang boleh digunakan siapa saja. Hanya satu sih, tapi lumayanlah.
Aku menghabiskan waktu untuk tidur. Ngantuk sekali. Bukan hanya karena kekenyangan, tapi juga karena pagi itu aku bangun jam 3:30 dan sejam kemudian sudah duduk di belakang setir mengarah ke Bandara Soekarno-Hatta.
Tiiba-tiba suster menghampiriku, menanyakan apakah aku membawa “slide” untuk ditunjukkan ke dokter.
Sebetulnya dokter memang pernah menyuruhku bone scan setelah aku mengeluh tentang kakiku yang suka sakit dan badan yang gampang merasa lelah.
Tapi aku malas dan tidak segera melakukannya. Baru pada hari Selasa aku menelpon RS Dharmais untuk mendaftar. Harus antre karena banyak pasien. Aku mendapat giliran hari Kamis dan hasilnya baru bisa diambil hari Jumat. Batal, nggak keburu.
Bu dokter tidak marah. Memang dia orangnya baik dan sabar. Ia lalu melakukan pemeriksaan, termasuk menguji kekuatan otot-otot kakiku. Dia curiga, jangan2 kakiku sakit dan lemah karena syaraf di bagian tulang belakang bagian bawah sudah termakan sel-sel kanker busuk.
You need to do MRI on your spine,” katanya.
Bukan cuma itu, tapi juga X-ray di bagian panggul, CT scan dada, perut, dan juga bone scan. Tapi ia menggaris bawahi bahwa MRI itu yang harus cepat-cepat dilakukan.
Ya ampun..... banyak banget sih, Dok pemeriksaannya.
Bu dokter ingat bahwa dalam CT scan yang terakhir, terdapat kontroversi soal penebalan di dinding paru-paru yang oleh ahli radiologi RS PIK dicurigai sebagai metastasis atau penyebaran kanker. Bercak hitam itu sudah ada lama sebelumnya dan oleh dokter radiologi dari RS Pluit dan juga dari NUH, itu bukan penyebaran kanker.
Tetapi kemarin bu dokter menganjurkan aku melakukan CT scan lagi untuk memastikannya sekalian untuk melihat ada tidaknya penyebaran di tempat lain.
Oh ya, mengenai tes darah, hasilnya tidak jauh berbeda dari 3 bulan yang lalu.
Bu dokter mengatakan bahwa pengobatan yang sudah kujalani sementara ini akan terus dilanjutkan sampai ada hasil pemeriksaan MRI, CT scan, X-ray dan bone scan. Dalam skenario terburuk, dapat dilakukan operasi dan kemoterapi jika diperlukan.
Aku menunjukkan kepada bu dokter pain killer yang pernah aku minum, yaitu Piroxicam dan Dexamethasone. Menurut bu dokter, Dexamethasone tidak bagus, tetapi Piroxicam boleh diminum. Panadol juga aman, katanya.
Lalu aku bercerita kalau saat ini aku melakukan terapi chi.
Come on. We live in the 21st century,” katanya sambil tertawa.
Coba bu dokter denger soal Ponari, bisa ketawa sampai terkencing-kencing... ! Ponari ini bocah yg mendadak jadi terkenal setelah menemukan batu ajaib yang konon dapat mengobati segala macam penyakit. Selama sebulan lebih, setiap hari ribuan orang mengantre berobat sampai polisi turun tangan menutup tempat prakteknya akhir bulan Februari tahun ini. Ga tau sekarang gimana perkembangannya.
Bu dokter jelas nggak percaya dengan yang namanya pengobatan dengan menggunakan tenaga dalam.
Dengan bersemangat aku mengatakan bahwa bagian dada dan dekat ketiak yang telah mati rasa selama bertahun-tahun akibat operasi sudah hidup rasa berkat terapi itu.
Tapi bu dokter yang bergelar MBBS, MRCP (UK), Mmed (S’pore) itu tak berminat menanggapi. Memang, dunia kedokteran modern sering kali berbenturan dengan pengobatan alternatif. Dalam hal ini, aku sendiri masih tetap menjalani terapi chi itu sampai ada perkembangan lain.
Ngomong-ngomong, bu dokter ini usianya masih 30-an dan berperawakan kecil. Hari itu ia mengenakan jas dokter putih dengan bordiran “Tan” berbenang merah dan blus putih tanpa kerah yang juga dihiasi dengan bordiran.
“Cocok sekali dok, bordirannya,” aku iseng berkomentar.
Selama berkonsultasi dengan bu dokter, sudah beberapa kali aku melihat ia memakai blus itu. Aku juga melihatnya selalu memakai gelang warna-warni yang sama.
“Sepatunya juga sama,” kata teman yang datang bersamaku ketika kita meninggalkan ruang prakteknya. Temanku ini memang sebelumnya sudah pernah menemaniku ke bu dokter.
“Aku ingat sepatunya karena aku suka modelnya yang simple,” ia menambahkan.
Sama seperti model sepatunya, bu dokter ini orangnya memang sederhana. Serius tapi bisa tertawa, lho. Dan yang penting, dia juga komunikatif. Ia tidak keberatan ditanya melalui email dan pasti membalasnya di tengah-tengah kesibukannya.
Kemarin ia bahkan wanti-wanti agar aku segera memberitahukan hasil pemeriksaan MRI lewat email.
Siap, Dok... !

3 comments:

amd said...

wah, ibu dokter harus kenalan sama pak suhu chi, nih. MRI ntar hasilnya bagus, aku doakan slalu, take care ya mbak :D

Between Lines said...

ga apa-apa kalau Bu Dokter ga percaya! yang ngejalanin kan kamu, kalau rasanya baikan ya terusin saja!

sima said...

@amd - ga kebayang kalo bu dokter ketemu pak suhu... east is east, west is west, never will the twins meet, katanya....
makasih Rit, semoga hasilnya semuanya bagussss :)
@lines - betul, kita kan yg ngerasain. pokoknya kalo enak, ya diterusin. ntar kalo ga enak, ya berhenti. btw ini lenah bukan ya...? sori kalo salah tebak.