Wednesday, December 30, 2009

Dr. Alvita Dewi Siswoyo: Cancer warrior


Cancer is deadly but a young doctor who underwent five operations on different parts of her body, six rounds of chemotherapy and 70 rounds of radiotheraphy, has proved through the journey of her life that the disease can be beaten.
Meet Alvita Dewi Siswoyo, also known as Vita, who will turn 27 next month. She defeated cancer when she got the disease not only once, but twice – as a baby and a teenager.
It all began when her parents were celebrating her first birthday in the family house in Semarang, Central Java. When an electricity black out occurred, prompting her family to use the light from a Petromax pressurized kerosene lamp, one of her eyes glittered, just like a cat’s eye. Her father, a general practitioner, sensed something was wrong. He took her to an eye doctor and found out his daughter suffered from retinoblastoma.
She underwent surgery in Jakarta in due time, allowing her to escape death despite losing her left eye.
Vita grew up just like any other child. She never felt inferior, thanks to her parents, who always encouraged her to keep her chin up.
“There were times, however, when I broke into tears as my friends mocked me,” said Vita, a member of the Cancer Buster Community, a support group for children who survived cancer.
Having only one eye motivated Vita to study harder. She wanted to show the others that she could do things as well as they did, and even better – she became an outstanding student.
“Mama once told me, ‘If people are successful because they are rich, physically perfect and intelligent, that is common. But if one who is modest, has a physical handicap, and is born with average intelligence can be successful, that is what you call extraordinary. Make your limitation a challenge, not an obstacle’,” Vita said.
Vita, however, faced another blow. When she was 16, her legs caused her so much pain she could not walk. Her condition worsened after a month. As local doctors gave up, her parents took her to Singapore to seek advice from other doctors, who told her she was in stage-3B of a rare bone soft tissue cancer.
As well as undergoing several operations, she was subject to six rounds of chemotherapy in Singapore, a horrible experience she would never forget throughout her life. Not only did it make her hair fall out, the drugs “burnt” her whole body, causing her to cry and scream, rolling back and forth on the floor with pain.
Following the treatment, she did radio therapy – 30 sessions in Jakarta and 40 others in her hometown of Semarang, Central Java.
Her ordeal inspired her to dedicate her life to helping cancer patients, so she went to the medical school of Tarumanegara University in Jakarta and graduated at the age of 25. Vita is also specializing in nuclear medicine at the School of Medicine in Padjajaran University – Dr. Hasan Sadikin Hospital in Bandung, West Java, the only hospital in Indonesia with a Department of Nuclear Medicine.
“When people hear the word ‘nuclear’, they tend to think about bombs. But nuclear does not necessarily entail something bad,” Vita said, smiling.
Nuclear medicine can be used to treat cancer and heart disease patients. Vita said that once she finished her specialist study, she wanted to learn about Positron Emission Tomography (PET) scan technology. Unfortunately, it is not possible to study this kind of technology in Indonesia.
“Maybe I should go to the Philippines or Germany,” said the slender, bespectacled young woman.
PET scanning, the most advanced medical diagnostic imaging technology available today for the early detection of cancer and its recurrence, is more sensitive that the widely known Computerized Tomography (CT) scan.
Cancer, once it has been detected, is still hard to fight off. Unhealthy lifestyle and a family history of the disease are believed to be trigger factors, but the real cause of cancer remains a mystery.
“Anyone can get cancer,” she said.
“My father is one of 10 children and my mother one of 13. None of them or their children has cancer, except me. How can you explain this?” said Vita.
While cancer is said to be incurable, patients can live with it and lead a productive life for many years. Some even live longer than others who do not have cancer.
“I have been free from cancer for more than 10 years. Even though I had to go through various painful experiences, I don’t want to be a cancer victim. I am a cancer warrior,” Vita said.
In addition to medical treatment, she ate many fruits and vegetables to fight the disease.
“I made juice each day using one kilogram of apples, one kilogram of carrots and one kilogram of tomatoes,” she said.
“God has provided us with natural medicines available in the nature in the form of plants, including fruits and vegetables,” she added.
Vita actively supported the Indonesian Cancer Foundation (YKI) in Jakarta from when she was an undergraduate student, and worked there soon after she finished her study. But her parents, who missed her dearly, asked her to return to Semarang, so she resigned and made her way home.
“It must be God’s will because upon my return, I met my future husband,” she said.
One day, Vita’s empathy towards cancer patients somehow gave a woman the idea to cheat her. The woman pretended to be a poor cancer patient who lived out of town and had to undergo chemotherapy in Bandung.
Vita allowed her to stay in her room at the boarding house and gave her some money. The woman took off with Vita’s valuables and jewelries. But Vita didn’t flinch.
“I remain thankful to God and will support those who need help,” she said.

The above story was printed by The Jakarta Post on Wednesday, Dec.30, 2009.

Wednesday, December 9, 2009

Misteri kehidupan

Di dekat ruang praktik bu dokter, kulihat seekor anak kucing tidur bergelung merapat ke dinding.
Kucing kecil itu tidur lelap, tak terusik oleh pasien serta karyawan poliklinik yang lalu lalang.
Kemana yach.. sang induk dan saudaranya?
Aku tak tahu di mana mereka. Tapi aku tahu pasti bahwa ia mempunyai ibu dan seorang, eh seekor saudara. Kebetulan aku pernah melihat mereka beberapa hari setelah sang induk melahirkan dua ekor bayi kucing sekitar dua bulan yang lalu.
Ketika aku kembali ke tempat bu dokter sebulan kemudian, aku melihat mereka lagi. Sang ibu tengah menyusui kedua anaknya. Yang satu tampak sehat dan gemuk. Warnanya belang tiga, seperti ibunya. Pokoknya cakep sekali, deh. Yang satu lagi berwarna kuning, kurus dan matanya sakit, berair dan penuh kotoran.
Kondisi mata anak kucing kuning yang malang itu semakin parah sehingga ia akhirnya harus merelakan satu matanya. Ah, untung masih ada satu mata yang dapat diselamatkan.
Kucing kuning itu kelihatan sudah lebih sehat meskipun masih agak kurus saat aku melihatnya tertidur pulas pada hari Jumat, 4 Desember 2009 itu.
Iseng-iseng aku bertanya ke bu dokter, kemana anak kucing yang belang tiga.
Jawabannya sungguh di luar dugaan.
“Ia mati. Keracunan,” katanya.
Oh. Kok bisa? Aku kaget.
Lalu aku sadar bahwa memang terlalu banyak misteri dalam kehidupan ini. Banyak hal yang tak terduga, yang sering kali tak kita pahami.
Anak kucing belang tiga yang sehat mendadak mati. Sedangkan saudaranya yang sempat berada dalam kondisi mengenaskan justru dapat bertahan hidup.
Belum lama ini aku menerima email dari seseorang. Usianya 25 tahun. Setahun yang lalu ia didiagnosa menderita kanker payudara. Ia harus menjalani operasi pengangkatan salah satu payudara serta kemoterapi, yang berhasil ia lalui dengan tegar.
Sempat muncul tanda tanya besar. Bagaimana bisa kanker menyerang ia yang masih begitu muda dan selalu menjaga pola makan serta gaya hidup sehat?
Yach… memang banyak hal dalam hidup ini yang merupakan misteri. Kadang kita tahu apa yang akan terjadi dan mengapa. Misalnya kalau nggak makan, pasti lapar… Kalau kebanyakan makan cabe, bisa sakit perut… Tapi bisa juga sudah makan sepiring penuh masih lapar…. Kalo itu sih namanya rakus atau cacingan ya.. hehehhee….
Banyak hal yang tak kita mengerti. Banyak yang terjadi tanpa diduga. Cuaca yang cerah bisa tiba-tiba berubah mendung dan turun hujan deras. Mobil yang baru diservis bisa mendadak mogok di jalan…. Bank yang tampaknya sehat bisa ambruk….
Hal yang tak terduga tak selamanya buruk. Bisa saja kita mendapatkan kejutan manis. Mungkin kita bisa mendapatkan mobil mewah hadiah dari bank. Ah.. mimpi…… Atau kejutan kecil yang menyenangkan. Misalnya bertemu teman lama yang sudah sekian tahun tak berjumpa… Atau ditraktir makan pizza oleh kawan yang baru mendapat rejeki. Bisa juga teman yang judes setengah mati tiba2 saja memberi kita senyum manis… Tanaman di halaman yang tampaknya sudah sekarat bisa hidup kembali …
Kejutan yang menyenangkan atau yang menyedihkan memang dapat terjadi sewaktu-waktu. Itulah bagian dari kehidupan yang memang penuh misteri ini.
Semuanya harus kita hadapi. Ya.. kita jalani saja… Bukan berarti tak ada usaha. Tentu kita harus selalu berusaha untuk mendapatkan yang terbaik. Tapi kita juga harus berserah karena pada akhirnya Tuhan juga yang menentukan.

Tuesday, December 1, 2009

Ada Obama di Ultahku

Hari ini aku berulang tahun. Bukan ulang tahun kelahiran. lho. Ini adalah ulang tahun mastektomiku yang kelima.
Wah, ga terasa ya sudah lima tahun…. Ya, aku menjalani mastektomi alias operasi pengangkatan payudara kanan pada tanggal 1 Desember 2004 di Rumah Sakit Metropolitan Medical Center yang lebih dikenal dengan MMC di Jakarta Selatan.
Lima tahun adalah masa yang lumayan lama. Pinginnya sih dalam kurun waktu lima tahun ini tak ada hal-hal yang hil-hil. Namun apa daya, pada bulan April 2007, diketahui bahwa terjadi penyebaran ke tulang. Akibatnya, aku jadi naik kelas. Kalau pada tahun 2004 aku dikategorikan sebagai pasien kanker stadium 2, sekarang jadi stadium 4.
Tapi untung juga lho, penyebaran itu cepat diketahui sehingga dapat segera ditangani meskipun sampai sekarang memang belum dapat diatasi sampai tuntas.
Hari ini kebetulan aku berkesempatan bertemu Yiyik, teman lama yang tinggal di Perth dan sedang berkunjung ke Jakarta.
“Nanti kita sekalian merayakan ultah mastektomiku ya?” aku becanda.
“Eh, udah 5 taun ya? Asiiik… iyah, kita rayakan ultah masektominya,” ia menimpali
Bersama seorang teman lain, Devi yang berprofesi sebagai instruktur yoga, kita melewatkan siang hari itu dengan gembira. Yiyik ingin menyantap masakan Padang yang sudah lama diidam-idamkannya. Maklumlah, di Australia mana ada warung Padang yang enak. Kalaupun ada, jangan-jangan yang dijual itu rendang dan balado kangguru… Hehehehe…
Kitapun sepakat bertemu di restoran Padang yang terkenal, yaitu Natrabu, di depan Kris Gallery, Menteng, yang letaknya tak jauh dari tempat Yiyik menginap. Mula-mula aku menjemput Yiyik, dan kita berjalan kaki mencari restoran Natrabu setelah mobil di parkir di depan sekolah yang ternyata adalah SDN 01 Besuki-nya Obama. Di gerbang sekolah terdapat plakat bergambar Obama. Tentu saja tidak menggambarkan anak kecil berkulit hitam dan rambut keriting yang sempat menjadi murid di sana, tetapi Obama setelah secara mengejutkan terpilih sebagai presiden AS.
Devi sudah duluan tiba di lokasi tempat kita akan makan siang, tepat di samping mesjid Al Hakim. Tapi.. lho, mana Natrabu-nya? Kita bertiga celingukan.
“Itu…di situ..,” kata seseorang yang tengah duduk santai di depan mesjid.
Di balik pintu papan tanpa ada tanda-tanda keberadaan tempat makan, di situlah tersembunyi Natrabu yang kita cari. Tempatnya sama sekali tak meyakinkan, tak sesuai dengan nama besarnya.
Rupanya sekarang Natrabu itu hanya melayani pembelian makanan untuk dibungkus dibawa pulang.
Akhirnya kita berganti halauan menuju tempat makan berjudul Dua Nyonya di Cikini. Sebelumnya, ketika mencari Natrabu, aku dan Yiyik sempat melihat restoran Tiga Nyonya di Jl. Kebon Sirih.
Nggak jelas apakah mereka ini bersodaraan. Nggak jelas juga apakah ada restoran lain yang namanya Satu Nyonya, Empat Nyonya apa Sepuluh Nyonya.
Yang jelas, makanannya enak lho. Yiyik dan Devi pesan nasi bakar yang disajikan bersama ikan dan teman2nya, sedangkan aku memilih nasi rawon bertoge. Aku mengurangi makan daging. Tapi kalau sekali2, nggak apalah, pikirku. Apalagi ini kan ulang tahun… hehehhe…
Selesai makan, kita melanjutkan perjalanan menuju Bakoel Kofie yang terletak tepat di samping Dua Nyonya.
Selain memesan kopi, Yiyik membeli sepotong kue untuk kita santap bersama.
“Ini untuk merayakan mastektomi,” katanya sambil tertawa.
Hahahaha….
Trims ya, temans … Sungguh perayaan yang berkesan.